Thursday, December 7, 2017

MODEL-MODEL PENDIDIKAN ISLAM

MODEL-MODEL PENDIDIKAN ISLAM

Description: C:\Users\UNCOMP~1\AppData\Local\Temp\WPDNSE\{00000F3A-0001-0001-0000-000000000000}\.facebook_1424236614518.jpg

Diajukan Guna Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata Kuliah : Kapita Selekta Pendidikan Islam
Dosen Pengampu :
Nurfuadi M.Pd.I.

Oleh :
Wahid Faozi                            1323302054

6 PBA A
PROGRAM STUDIPENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PURWOKERTO
2016


PENDAHULUAN
Pendidikan islam yang bertugas menggali, menganalisis dan mengembangkan serta mengamalkan ajaran islam yang bersumberkan Al Qur’an dan Al Hadits cukup memperoleh bimbingan dan arahan dari kandungan makna yang terungkap dari kedua sumber tuntutan tersebut. Secara embrionik, dorongan, dan rangsangan ajaran Al Qur’an terhadap pengembangan rasio untuk pemantapan iman takwa diperkokoh melalui ilmu pengetahuan manusia merupakan cirri khas islami, yang tidak terdapat di dalam kitab-kitab suci agama lain. Al Qur’an sebagai pedoman hidup umat manusia telah menggelarkan wawasan dasar yang mendalam dan meluas sampai pada penemuan ilmu dan teknologi yang canggih.
Orientasi pendidikan islam yang diletakkan oleh Rasulullah pada awal risalahnya ialah menumbuhkembangkan sistem kehidupan sosial yang penuh kebijakan dan kemakmuran, dan akhirat yang bertumpu pada nilai-nilai moral yang tinggi. Ketiga dimensi orientasi dasar tersebut menjadi modal pokok untuk mendinamisasikan umat manusia pada kurun waktu permulaan sejarah pendidikan islam. 
Oleh karena itu berbagai model pendidikan islam yang berorientasi perspektif ke masa depan merupakan jawaban yang tepat guna. Modal pendidikan islam yang berorientasi kepada pola pikir bahwa nilai-nilai lama yang konservatif dan asketis harus dilestarikan dalam sosok pribadi muslim yang resistan terhadap pukulan gelombang zaman. Jika pendidikan islam berorientasi kepada pola pikir bahwa nilai-nilai islami yang mengandung potensi mengubah nasib masa lampau ke masa kini.




A.    PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAM
Pendidikan Agama Islam usaha sadar dan terencana untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan (Departemen Agama, 2004:2). Pendidikan islam yang hakikatnya merupakan sebuah proses itu, dalam pengembangannya juga dimaksud sebagai rumpun mata pelajaran yang diajarkan di sekolah maupun perguruan tinggi.[1]
B.     MODEL-MODEL PENDIDIKAN ISLAM
Pendidikan islam yang bertugas pokok menggali, menganalisis dan mengembangkan serta mengamalkan ajaran islam yang bersumberkan Al-Quran dan Al-Hadits, cukup memperoleh bimbingan dan arahan dari kandungan makna yang terungkap dari kedua sumber tuntunan tersebut. Makna komprehensif dari smber tersebut menjangkau dan melingkupi segala aspek kehidupan manusia modern. Sejak manusia baru mrmahami dan menghayatimakna kehidupan primordial yang mistis dan planpleksis  dimana alam sekitar dalam segala bentuk kekutnnyamenjadi apa yang disebut oleh Rudolf Otto sebagi mystrium tremendum dan mystrium fascinas (suatu kekutan gaib yang menakutkan dan menarik hati) sampai dengan kemampuan hidup yang rasionalistik, analitik, sintetik, dan logic terhadp kekuatan alam sekitar menyadarkan manusia akan fungsinya sebagai kholifah di muka bumi yang alloplastik  terhadap lingkungannya. Sumber ajaran islam itu benar-benar lentur dnan kenyal serta responsive tenggap terhadap tuntutan  hidup manusi yang makin maju dn modern dalam segala bidang kehidupan, termasuk bidang ilmu dan teknologi canggih yang masa kini sedang berkembang kea rah puncaknya. [2]
Orientasi dasar pendidikan islam yang diletakkan Rosululloh pada awal risalahnya ialah menumbuhkembangkan system kehidupan sosial yang penuh kebajikan dan kemakmuran (dengan amal sholeh), meratakan kehidupan ekonomi yang berkeadilan sosial berpolakan dunia dn akhirat yang bertumpu pada nilai-nilai moral yang tinggi; dan berorientasi kepada kebutuhan pendidikan yang mengembangkan daya kreativitas dan pola piker intelektual bagi terbinanya tekno-sosial yang berkeadilan dan berkemakmuran. Ketiga dimensi orientsi dasar tersebut menjadi modal pokok untuk mendinamissikan umat manusia pada kurun waktu permulan sejarah pendidikan islam, yaitu pad zaman Nabi dan sahabat besar Nabi (Khulafa’ ar-rasyidin). Pendidikan islam benar-benar menggugah potensi alami manusia yang suci bersih sehingga mengacu kepada tuntutan aspiratifyang bercitra Ilahiah dan Insaniah. Pendidikan pada masa itumampu menjadikan kaum muslimin sebagai pelaku positif terhadap pembangunan diri pribadi dan masyarakatnya sehingga self-propelling  dalam proses mencapai baldatun thoyyibatun warabbun ghofur.
Sendi-sendi fundamental mendasari kehidupan psikologi manusia, yaitu iman tauhid yang berdimensi ketakwaan yang monolonya kepada Alloh, berhasil didorong da dipacu untuk berperan nyata dalam segal bidang kehidupan yang melahirkan sikap hidup fastabiqul khoiroot.
Menurut Al-Ghazali, secara potensial pengetahuan itu telah eksis dalam jiwa manusia bagaikan benih yang ada di dalam tanah. Melalui belajar potensi itu akan menjadi actual (A.L. Tibawi. 1972. P. 42-43). Al-Ghazali memandang bahwa system perkembangan kemampuan rasionalitas itu berdasrkan pola keseimbangan penalaran dengan pengalaman mistik yang memberikan ruang begi bekerjahnya rasio, serta keseimbangan antara berfikir deduktif dengan pengalaman empiris manusia. Orientasi Al-Ghazali yang bercorak empiris dalam pendidikan tampak disisi lain, seperti keharusan seorang pendidik memperbaiki sikap dan perilaku pendidik pada waktu bertugas mengajar. (l-Djumlathy, etl, p.111-115.
Model pendidikan yang berorientasi perspektif ke masa depan merupakan jawaban yang tepat guna. Model-model pendidikan yang terbukti tidak memuaskan tuntunan umat terlihat pada praksisasinya sebagai berikut:
1.      Model pendidikan islam yang berorientasi kepada pola piker bahwa nilai-nilai lama yang konservatif dan asketis harus dilestarikan dalam sosok pribadi muslim yang resistan terhadap pukulan gelmbang zaman. Merupakan cirri utama pendidikan esensialistik. Orientasi demikian sudah tentu kurang dapat diandalkan oleh umat untuk menjawab tantangan zaman.
2.      Jika pendidikan islam berorientasi kepada pola piker bahwa nilai-nilai islami yang mengandung potensi mengubah nasib masa lampau ke masa kini yang dijadikan inti kurikulum pendidikan, maka model pendidikan islam menjadi bercorak parenialistik, dimana nilai-nilai yang terbukti tahan lama saja yang diinternalisasikan ke dalam pribadi anak didik.sedang nilai-nilai potensial bagi semangat pembaruan ditinggalkan.
3.      Bila pendidikan islam hanya berorientasi  pada personalisasi kebutuhan pendidikan dalam segala aspeknya, maka ia bercorak individualis, dimana potensi aloplastik (bersifat mengubah dan membangun) masyarakat dan alam kurang mengacu kepada kepada kebutuhan sosiokultural.
4.      Jika opendidikan yang berorientasi kepada masa epan sosio,masa depan tekno, dan masa depan bio, dimana ilmu dan teknologi menjadi pelaku perubahan dan pembaruan kehidupan sosial, maka pendidikan islam bercorak teknologis, dimana nilai-nilai samawi ditinggalkan diganti dengan nilai-nilai pragmatic-realivistik cultural.
5.      Akan tetapi jika pendidikan islam berorientasi kepada pekembangan masyarakat berdasarkan dialogis dimana manusia ditempatkan sebagai geiger-counter, pendeteksi sinar radioaktif elemen-elemen sosial yang berpotensi controversial ganda, yaitu membahagiakan dan menyejahtaerakan. Maka mekanisme aksi-reaksi dalam perkembangan manusia menjadi gersang dari nilai-nilai ilahi yang mendasari fitrahnya.[3]
Dengan memperhatikan potensi psikologis dan pedagogis manusia anugrah Alloh, model pendidikan islam seharusnya berorientasi pada pandangan falsafah
1.      Filosofis
Berdasarkan pendekatan filosofis, ilmu pendidikan islam dapat diartikan studi tentang proses kependidikan yang didasari oleh nilai-nilai ajaran islam yang bersumber kepada kitab suci Al-Quran dan Sunah Nabi Muhammad SAW.[4]
Filosofis memandang manusia didik adalah hamba Tuhan yang diberi kemampuan fitrah, dinamis dan sosial-relijius serta yang psiko-fisik. Cenderung kepada penyerahan diri secara total kepada maha pencipta
2.      Etimologis
Potensi berilmu pengetahuan yang berpijak pada iman dan berilmu pengetahuan untuk menegakkan iman yang bertauhid, yang basyariyyah-dharuriyah,  menjadi shibghah manusia muslim sejati berderajat mulia.
3.      Pedagogis
Manusia adalah makhluk belajar sejak dari dari ayunan sampai liang lahat yang proses perkembangannya didasari nulai-nilai islami yang dialogis terhadap untunan tuhan dan tuntutan perubahan sosial, lebih cenderung kepada pola hidup yang harmonis antara kepentingan duniawi dan ukhrowi, serta kemampuan belajarnya disemangati oleh kekhalifahan di muka bumi.
Secara kurikuler model-model tersebut didesain menjadi;
1.      Content (materi)
Hal ini lebih difokuskan pada permasalaha soiokultural masakini untuk diproyeksikan kemasa depan, dengan kemampuan anak didik mengungkapkan tujuan dan nila-nilainya yang inheren dengan tuntutan Tuhan. Materi pelajaran menantang anak didik untuk melakukan evaluasi dan memecahkan problema-problema kehidupan nyata, dimana nilai-nilai manusia selaku hamba Tuhan lebih dikedepankan.[5]
2.      Pendidik
Menurut teori  barat, pendidik dalam islam ialah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam islam, orang yang paling bertanggung jawab tersebut adalah orang tua (ayah dan ibu) anak didik. [6]
Sifat-sifat yang harus dimiliki seorang guru diantaranya adalah:
a.       Guru harus mengasihi murid-muridnya seperti mengasihi anak-anaknya.
b.      Hubungan antara guru dan murid haruslah baik dan erat.
c.       Guru haruslah memperhatikan keadaan anak-anak dan mempelajari jiwa anak-anak.
d.      Guru harus sadar akan kewajibannya terhadap masyarakat.
e.       Guru haruslah menjadi contoh bagi keadilan, kesucian dan kesempurnaan.[7]
3.      Anak didik
Dalam proses belajar mengajar melakukan hubungan dialogis dengan yang lain, (guru, teman-teman sebaya dan orang dewasa, serta alam sekitar). Dia belajar secara interpendent  dan bersama-sama menghayati persepsi terhadap realitas kehidupan dan memperhatikan persepsi orang lain.
Jadi corak demikian adalah bersifat inovatif (innovative learning) bukan belajar melestarikan apa yang ada (maintenance learning), konservatif dan pasif serta dogmatis.[8]


DAFTAR PUSTAKA
Arifin Muzayyin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta:Bumi Aksara, 2003.
Tafsir Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003.
Yunus Mahmud, Pokok-Pokok Pendidikan Dan Pengajaran, Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1978.
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam , Jakarta: Bumi Aksara, 2000.
Nazarudin, Manajemen Pembelajaran, Jogjakarta:Teras, 2007.




[1] Nazarudin, Manajemen Pembelajaran, (Jogjakarta:Teras, 2007) ,  hlm. 12.
[2] Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 2003),  hlm. 24.
[3] Ibid., hlm. 30.
[4] Arifin, Ilmu Pendidikan Islam , (Jakarta:Bumi Aksara, 2000), hlm. 86.
[5] Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 2003),  hlm. 32.
[6] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam perspektif islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,  2004), hlm.74.
[7] Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1978), hlm. 61.
[8]  Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 2003),  hlm. 33.

Unknown

About Unknown

Author Description here.. Nulla sagittis convallis. Curabitur consequat. Quisque metus enim, venenatis fermentum, mollis in, porta et, nibh. Duis vulputate elit in elit. Mauris dictum libero id justo.

Subscribe to this Blog via Email :